Trauma toraks mencakup area anatomis leher dan toraks serta dapat menyebabkan kelainan pada sistem respirasi, sistem sirkulasi, dan sistem pencernaan. Menurut salah satu buku rujukan disebutkan angka mortalitas pada trauma toraks mencapai 10%. Akan tetapi kematian akibat trauma toraks merupakan 1/4 jumlah kematian total akibat kasus-kasus trauma.
1. Klasifikasi dan Mekanisme
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus atau tumpul.
• Trauma tembus (tajam)
- Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma
- Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
- Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi
• Trauma tumpul
- Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
- Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries.
- Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.
- Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi
2. Mekanisme
Akselerasi
• Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi); sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak dari trauma tersebut.
• Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk peluru.
Deselerasi
• Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding toraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.
Torsio dan rotasi
• Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau poros-nya.
Blast injury
• Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom.
• Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.
3. Faktor lain yang mempengaruhi
Sifat jaringan tubuh
• Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan tetapi sangat menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat trauma. Seperti adanya fraktur iga pada bayi menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding bila ditemukan fraktur pada orang dewasa. Atau tusukan pisau sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang gemuk atau orang kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara dibanding pria, dsb.
Lokasi
• Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita kerusakan, terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah pre-kordial.
Arah trauma
• Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan dalam memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi.
• Perlu diingat adanya efek "ricochet" atau pantulan dari penyebab trauma pada tubuh manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat pantulan peluru dapat memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari sumber peluru sehingga kerusakan atau organ apa yang terkena sulit diperkirakan.
4. Kondisi Yang Berbahaya
Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang berbahaya dan mematikan bila tidak dikenali dan di-tatalaksana dengan segera:
Obstruksi jalan napas
- Tanda: dispnoe, wheezing, batuk darah
- PF:stridor, sianosis, hilangnya bunyi nafas
- Ro toraks: non-spesifik, hilangnya air-bronchogram, atelektasis
Tension pneumotoraks
- Tanda : dispnoe, hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks, mediastinal shift
- Ro toraks (hanya bila pasien stabil) : pneumotoraks, mediastinal shift
Perdarahan masif intra-toraks (hemotoraks masif)
- Tanda: dispnoe, penampakan syok, hilang bunyi napas, perkusi pekak, hipotensif
- Ro toraks: opasifikasi hemitoraks atau efusi pleura
Tamponade
- Tanda: dispnoe, Trias Beck (hipotensi, distensi vena, suara jantung menjauh), CVP > 15
- Ro toraks: pembesaran bayangan jantung, gambaran jantung membulat
Ruptur aorta
- Tanda: tidak spesifik, syok
- Ro toraks: pelebaran mediastinum, penyempitan trakhea, efusi pleura
Ruptur trakheobronhial
- Tanda: Dispnoe, batuk darah
- Ro toraks: tidak spesifik, dapat pneumotoraks, hilangnya air-bronchograms
Ruptur diafragma disertai herniasi visera
- Tanda: respiratory distress yang progresif, suara usus terdengar di toraks
- Ro toraks : gastric air bubble di toraks, fraktur iga-iga terbawah, mediastinal shift
Flail chest berat dengan kontusio paru
- Tanda: dispnoe, syok, asimetris toraks, sianosis
- Ro toraks: fraktur iga multipel, kontusio paru, pneumotoraks, effusi pleura
Perforasi esofagus
- Tanda: Nyeri, disfagia, demam, pembengkakan daerah servikal
- Ro toraks: udara dalam mediastinum, pelebaran retrotracheal-space, pelebaran mediastinum, efusi pleura, pneumotoraks
5. Penatalaksanaan Trauma Toraks
Prinsip
- Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum (primary survey - secondary survey)
- Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif (berturutan)
- Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.
- Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
- Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
- Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).
- Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing, circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki trauma unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.
6. Primary Survey
Airway
• Assesment
- perhatikan patensi airway
- dengar suara napas
- perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
• Management
- inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
- re-posisi kepala, pasang collar-neck
- lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)
`Breathing
• Assesment
- Periksa frekwensi napas
- Perhatikan gerakan respirasi
- Palpasi toraks
- Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
• Management
- Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
- Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks, open pneumotoraks, hemotoraks, flail chest
Circulation
• Assesment
- Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
- Periksa tekanan darah
- Pemeriksaan pulse oxymetri
- Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
• Management
- Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
- Torakotomi emergency bila diperlukan
- Operasi Eksplorasi vaskular emergency
7. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1:
Tidak efektifnya pertukaran gas/oksigen b.d kerusakan jalan nafas.
Tujuan :
Oksigenasi jaringan adekuat
Kriteria Hasil:
• Tidak ada tanda-tanda sianosis
• Frekuensi nafas 12 - 24 x/mnt
• SP O2 > 95
Intervensi :
1. Kaji airway, breathing, circulasi.
2. Kaji tanda-tanda distress nafas, bunyi, frekuensi, irama, kedalaman nafas.
3. Monitor tanda-tanda hypoxia(agitsi,takhipnea, stupor,sianosis)
4. Monitor hasil laboratorium, AGD, kadar oksihemoglobin, hasil oximetri nadi,
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemasangan endotracheal tube atau tracheostomi tube bila diperlukan.
6. Kolabolarasi dengan tim medis untuk pemasangan ventilator bila diperlukan.
7. Kolaborasi dengan tim medis untuik pemberian inhalasi terapi bila diperlukan
Diagnosa Keperawatan II: Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas.
Tujuan :
- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-)
- Pasien bebas dari dispneu
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
- Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
Intervensi :
- Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
R : penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas
- Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus
R : Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus
- Catat karakteristik dari suara nafas
R : Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas
- Catat karakteristik dari batuk
R : Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent
- Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu
R : Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten
- Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada indikasi
R : Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru
- Peningkatan oral intake jika memungkinkan
R : Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum
Kolaboratif
- Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi
R : Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen
- Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi
R : Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret
- Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada indikasi
R : Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan
- Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik
R : Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar