Sabtu, 30 Agustus 2008

Cedera Kepala

DEFINISI

Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak.
Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera.

Cedera kepala telah menyebabkan kematian dan cacat pada usia kurang dari 50 tahun, dan luka tembak pada kepala merupakan penyebab kematian nomor 2 pada usisa dibawah 35 tahun.
Hampir separuh penderita yang mengalami cedera kepala meninggal.

Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak.
Berbagai cedera bisa disebabkan oleh percepatan mendadak yang memungkinkan terjadinya benturan atau karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala membentur objek yang tidak bergerak.

Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan.
Cedera percepatan-perlambatan kadang disebut coup contrecoup (bahasa Perancis untuk hit-counterhit)

Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak.
Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat.

Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak.
Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak.

Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah.
Otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut herniasi.

Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis.
Herniasi ini bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung dan pernafasan).

Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang hebat.
Usia lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk mencegah pembekuan darah), sangat peka terhadap terjadinya perdarahan disekeliling otak (hematoma subdural).

Cedera kepala

Kerusakan otak seringkali menyebabkan kelainan fungsi yang menetap, yang bervariasi tergantung kepada kerusakan yang terjadi, apakah terbatas (terlokalisir) atau lebih menyebar (difus).
Kelainan fungsi yang terjadi juga tergantung kepada bagian otak mana yang terkena.
Gejala yang terlokalisir bisa berupa perubahan dalam gerakan, sensasi, berbicara, penglihatan dan pendengaran.
Kelainan fungsi otak yang difus bisa mempengaruhi ingatan dan pola tidur penderita, dan bisa menyebabkan kebingungan dan koma.


CEDERA KEPALA KHUSUS

Patah Tulang Tengkorak

Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak.

Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak.
Patah tulang di dasar tengkorak bisa merobek meningens (selaput otak).
Cairan serebrospinal (cairan yang beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga.

Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak.

Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.

Fraktur tulang tengkorak Fraktur tulang tengkorak

Konkusio

Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terajdinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata.

Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata.
Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang tengkorak.

Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari.

Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan.
Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio.

Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan.
Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis.
Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini.

Yang lebih perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya cedera.
Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah, sebainya segera mencari pertolongan medis.

Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan pengobatan.
Setiap orang yang mengalami cedera kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak.
Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen.
Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama.

Konkusi serebri

Gegar Otak & Robekan Otak

Gegar otak (kontusio serebri) merupakan memar pada otak, yang biasanya disebabkan oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala.
Robekan otak adalah robekan pada jaringan otak, yang seringkali disertai oleh luka di kepala yang nyata dan patah tulang tengkorak.

Gegar otak dan robekan otak lebih serius daripada konkusio.
MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.

Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.
Pengobatan akan lebih rumit jika cedera otak disertai oleh cedera lainnya, terutama cedera dada.

Perdarahan Intrakranial

Perdarahan intrakranial (hematoma intrakranial) adalah penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak.

Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke.
Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural).
Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI.
Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejal adalam beberapa menit.
Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.

Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak.
Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak mengalami herniasi.
Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian.
Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.

Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan tulang tengkorak.
Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar.

Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya.
Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma.

Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT scan darurat.
Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.

Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak.
Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan.

Hematoma subdural yang bertambah luast secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik.
Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.

Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak.

Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan.
Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
- sakit kepala yang menetap
- rasa mengantuk yang hilang-timbul
- linglung
- perubahan ingatan
- kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

Hematom subdural


KERUSAKAN PADA BAGIAN OTAK TERTENTU

Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang.
Daerah tertentu pada korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi.

Lokalisasi fungsi otak Lobus otak

Kerusakan Lobus Frontalis

Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik (misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu).
Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan.

Daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggungjawab terhadap aktivitas motor tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan.

Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi.
Kerusakan yang kecil, jika hanya mengelai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang.

Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia.
Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam; penderita mengabaikan akibat yang terjadi akibat perilakunya.

Kerusakan Lobus Parietalis

Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum.
Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini.

Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya.

Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan.
Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia) dan untuk menentukan arah kiri-kanan.

Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal dengan baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding).
Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.

Kerusakan Lobus Temporalis

Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang.
Lobus temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional.

Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk.
Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan bahasanya.

Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.


KELAINAN-KELAINAN AKIBAT CEDERA KEPALA

Epilepsi Pasca Trauma

Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala.

Kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam otak.
Kejang terjadi padda sekitar 10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala.

Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera.

Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau valproat) biasanya dapat mengatasi kejang pasca trauma.
Obat-obat tersebut sering diberikan kepada seseorang yang mengalami cedera kepala yang serius, untuk mencegah terjadinya kejang.
Pengobatan ini seringkali berlanjut selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak terhingga.

Afasia

Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak.

Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata.
Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari area tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.

Gangguan bahasa bisa berupa:
- Aleksia, hilangnya kemampuan untuk memahami kata-kata yang tertulis
- Anomia, hilangnya kemampuan untuk mengingat atau mengucapkan nama-nama benda. Beberapa penderita anomia tidak dapat mengingat kata-kata yang tepat, sedangkan penderita yang lainnya dapat mengingat kata-kata dalam fikirannya, tetapi tidak mampu mengucapkannya.

Disartria merupakan ketidakmampuan untuk mengartikulasikan kata-kata dengan tepat.
Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian otak yang mengendalikan otot-otot yang digunakan untuk menghasilkan suara atau mengatur gerakan dari alat-alat vokal.

Afasia Wernicke merupakan suatu keadaan yang terjadi setelah adanya kerusakan pada lobus temporalis.
Penderita tampaknya lancar berbicara, tetapi kalimat yang keluar kacau (disebut juga gado-gado kata).

Penderita menjawab pertanyaan dengan ragu-ragu tetapi masuk akal.
Pertanyaan : Ini gambar apa? (anjing mengonggong)
Jawaban : A-a-an-j-j-, eh bukan, a-a..aduh..b-b-bin, ya binatang, binatang..b-b..berisik

Pada afasia Broca (afasi ekspresif), penderita memahami arti kata-kata dan mengetahui bagaimana mereka ingin memberikan jawaban, tetapi mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata-kata.
Kata-kata keluar dengan perlahan dan diucapkan sekuat tenaga, seringkali diselingi oleh ungkapan yang tidak memiliki arti.

Penderita menjawab pertanyaan dengan lancar, tetapi tidak masuk akal.
Pertanyaan : Bagaimana kabarmu hari ini?
Jawaban : Kapan? Mudah sekali untuk melakukannya tapi semua tidak terjadi ketika matahari terbenam.

Afasia

Apraksia

Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan.

Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau lobus frontalis.
Ingatan akan serangkaian gerakan yang diperlukan untuk melakukan tugas yang rumit hilang; lengan atau tungkai tidak memiliki kelainan fisik yang bisa menjelaskan mengapa tugas tersebut tidak dapat dilakukan.

Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan fungsi otak.

Agnosia

Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda tersebut.

Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya dengan baik atau benda-benda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat dan menggambarkan benda-benda tersebut.

Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya disimpan.
Agnosia seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala atau stroke.

Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan secara spontan.

Amnesia

Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu.

Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti.
Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesi retrograd) atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca trauma).
Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesi bisa bersifat menetap.

Jenis ingatan yang bisa terkena amnesia:
- Ingatan segera : ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa detik sebelumnya
- Ingatan menengah : ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa detik sampai beberapa hari sebelumnya
- Ingatan jangka panjang : ingatan akan peristiwa di masa lalu.

Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali dari memori terutama terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus parietalis dan lobus temporalis.

Amnesia menyeluruh sekejap merupakan serangan lupa akan waktu, tempat dan orang, yang terjadi secara mendadak dan berat.
Serangan bisa hanya terjadi satu kali seumur hidup, atau bisa juga berulang.
Serangan berlangsung selama 30 menit sampai 12 jam atau lebih.
Arteri kecil di otak mungkin mengalami penyumbatan sementara sebagai akibat dari aterosklerosis. Pada penderita muda, sakit kepala migren (yang untuk sementara waktu menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak) bisa menyebabkan anemia menyeluruh sekejap. Peminum alkohol atau pemakai obat penenang dalam jumlah yang berlebihan (misalnya barbiturat dan benzodiazepin), juga bisa mengalami serangan ini.
Penderita bisa mengalami kehilangan orientasi ruang dan waktu secara total serta ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa tahun sebelumnya.
Setelah suatu serangan, kebingungan biasanya akan segera menghilang dan penderita sembuh total.

Alkoholik dan penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia yang disebut sindroma Wernicke-Korsakoff.
Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut (sejenis ensefalopati) dan amnesia yang berlangsung lama.
Kedua hal tersebut terjadi karena kelainan fungsi otak akibat kekurang vitamin B1 (tiamin). Mengkonsumsi sejumlah besar alkohol tanpa memakan makanan yang mengandung tiamin menyebabkan berkurangnya pasokan vitamin ini ke otak. Penderita kekurangan gizi yang mengkonsumsi sejumlah besar cairan lainnya atau sejumlah besar cairan infus setelah pembedahan, juga bisa mengalami ensefalopati Wernicke.
Penderita ensefalopai Wernicke akut mengalami kelainan mata (misalnya kelumpuhan pergerakan mata, penglihatan ganda atau nistagmus), tatapan matanya kosong, linglung dan mengantuk.
Untuk mengatasi masalah ini biasanya diberikan infus tiamin.
Jika tidak diobati bisa berakibat fatal.

Amnesia Korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati Wernicke.
Jika serangan ensefalopati terjadi berulang dan berat atau jika terjadi gejala putus alkohol, maka amnesia Korsakoff bisa bersifat menetap.
Hilangnya ingatan yang berat disertai dengan agitasi dan delirium.
Penderita mampu mengadakan interaksi sosial dan mengadakan perbincangan yang masuk akal meskipun tidak mampu mengingat peristiwa yang terjadi beberapa hari, bulan atau tahun, bahkan beberapa menit sebelumnya.

Amnesia Korsakoff juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat, cardiac arrest atau ensefalitis akut.
Pemberian tiamin kepada alkoholik kadang bisa memperbaiki ensefalopati Wernicke, tetapi tidak selalu dapat memperbaiki amnesi Korsakoff.
Jika pemakaian alkohol dihentikan atau penyakit yang mendasarinya diobati, kadang kelainan ini menghilang dengan sendirinya.


PROGNOSIS

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan total.
Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi.

Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehinnga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan.
Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang.
Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa. Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang menetap.

Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai) dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak.
Kerusakan pada area ini biasanya menyebabkan kelainan yang menetap.
Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan menjalani terapi rehabilitasi.

Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran.
Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih kembali.

Penderita bisa mengalami sindroma pasca konkusio, dimana sakit kepala terus menerus dirasakan dan terjadi gangguan ingatan.

Status vegetatif kronis merupakan keadaan tak sadarkan diri dalam waktu yang lama, yang disertai dengan siklus bangun dan tidur yang mendekati normal.
Keadaan ini merupakan akibat yang paling serius dari cedera kepala yang non-fatal.
Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian atas dari otak (yang mengendalikan fungsi mental), sedangkan talamus dan batang otak (yang mengatur siklus tidur, suhu tubuh, pernafasan dan denyut jantung) tetap ututh.
Jika status vegetatif terus berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, maka kemungkinan untuk sadar kembali sangat kecil.

FIBRO ADENOMA MAMMAE

Fibroadenoma mammae (FAM), umumnya menyerang para remaja dan wanita dengan usia di bawah 30 tahun. Adanya fibroadenoma atau yang biasa dikenal dengan tumor payudara membuat kaum wanita selalu cemas tentang keadaan pada dirinya. Terkadang mereka beranggapan bahwa tumor ini adalah sama dengan kanker. Yang perlu ditekankan adalah kecil kemungkinan dari fibroadenoma ini untuk menjadi kanker yang ganas.

1. DEFINISI
Fibroadenoma mammae adalah tumor jinak yang paling sering terjadi pada wanita. Tumor ini terdiri dari gabungan antara kelenjar glandula dan fibrosa. Secara histologi:
intracanalicular fibroadenoma; fibroadenoma pada payudara yang secara tidak teratur dibentuk dari pemecahan antara stroma fibrosa yang mengandung serat jaringan epitel.
pericanalicular fibroadenoma; fibroadenoma pada payudara yang menyerupai kelenjar atau kista yang dilingkari oleh jaringan epitel pada satu atau banyak lapisan.
Tumor ini dibatasi letaknya dengan jaringan mammae oleh suatu jaringan penghubung.
Fibroadenoma mammae timbul akibat pengaruh kelebihan hormon estrogen.
Fibroadenoma mammae dibedakan menjadi 3 macam:
• Common Fibroadenoma
• Giant Fibroadenoma umumnya berdiameter lebih dari 5 cm.
• Juvenile fibroadenoma pada remaja.

2. PENYEBAB
Fibroadenoma ini terjadi akibat adanya kelebihan hormon estrogen. Biasanya ukurannya akan meningkat pada saat menstruasi atau pada saat hamil karena produksi hormon estrogen meningkat.



3. GEJALA
Pertumbuhan fibroadenoma mammae umumnya tidak menimbulkan rasa sakit, hanya ukuran dan tempat pertumbuhannya yang menyebabkan nyeri pada mammae. Pada saat disentuh kenyal seperti karet

4. PATOLOGI
Makroskopi: tampak bulat, elastis dan nodular, permukaan berwarna putih keabuan.
Mikroskopi: epitel proliferasi tampak seperti kelenjar yang dikelilingi oleh stroma fibroblastic yang khas (intracanalicular f. dan pericanalicular f.).

5. PENEGAKAN DIAGNOSA
Pada awalnya penegakan diagnosa tehadap fibroadenoma mammae ini adalah dilakukan pemeriksaan fisik, kemudian akan dilakukan mammogram (x-ray pada mammae) atau ultrasound pada mammae apabila diperlukan. Yang paling pasti dan tepat dalam diagnosa terhadap fibroadenoma mammae ini adalah penggunaan sample biopsi. Pengambilan sampel biopsi ini dapat dilakukan dengan mengiris bagian mammae atau dengan memasukkan jarum yang kecil dan panjang untuk mengambil sampel sel fibroadenoma tersebut.
Diagnosa terhadap FAM ini dapat dibuat dengan penggabungan penilaian klinis, ultrasonografi dan pengambilan sampel dengan penggunaan jarum. Penilaian klinis terhadap benjolan payudara ini harus mempertimbangkan:
• Umur:
Karsinoma: umumnya menyerang pada usia menjelang menopause
Fibroadenoma: umumnya menyerang wanita usia di bawah 30 tahun

6. TREATMENT
Karena FAM adalah tumor jinak maka pengobatan yang dilakukan tidak perlu dengan pengangkatan mammae. Yang perlu diperhatikan adalah bentuk dan ukurannya saja. Pengangkatan mammae harus memperhatikan beberapa faktor yaitu faktor fisik dan psikologi pasien. Apabila ukuran dan lokasi tumor tersebut menyebabkan rasa sakit dan tidak nyaman pada pasien maka diperlukan pengangkatan.
7. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Seluruh susunan kelenjar payudara berada di bawah kulit di daerah pektoral. Terdiri dari massa payudara yang sebagian besar mengandung jaringan lemak, berlobus-lobus (20-40 lobus), tiap lobus terdiri dari 10-100 alveoli, yang di bawah pengaruh hormon prolaktin memproduksi air susu. Dari lobus-lobus, air susu dialirkan melalui duktus yang bermuara di daerah papila / puting. Fungsi utama payudara adalah laktasi, dipengaruhi hormon prolaktin dan oksitosin pascapersalinan.
Kulit daerah payudara sensitif terhadap rangsang, termasuk sebagai sexually responsive organ.
ASKEP TEORITIS
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
Meliputi identitas klien dan identitas penanggung jawab.
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kemungkinan klien pernah mendapat sinar radiasi pada buah dada. Ada kalanya klien pernah memperoleh terapi hormon untuk mendapatkan anak.
b. Riwayat Keseahatan Sekarang
Klien dengan post FAM akan tersa nyeri karena prosedur pembedahan, aktifitas menurun, nafsu makan menurun, stres/ takut terhadap penyakit dan harapan yang akan datang.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Walaupun FAM bukan penyakit turunan tetapi angka statistik akan menunjukan bahwa FAM sering ditemukan pada wanita yang mempunyai hubungan keluarga.
3. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
• Klien akan merasa cemas denngan penyakitnya.
• Kadang kala klien marah pada tim kesehatan terhadap tindakan operasi yang akan dilakukan.
• Kadang – kadang klien sering bertanya, mengapa saya yang yang sakit, mengapa tidak orang lain saja yang sakit.
• Ada kalanya klien tidak mau ada orang yang menjenguknya.
4. RIWAYAT SPIRITUAL
Biasanya klien dengan FAM tidak mengalami gangguan dalam menjalani ibadah.



5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
• LED meningkat.
• Serum alkali pospalse meningkat.
• Hipercalsemia.
b. Rontgen thorax dan alat lain
Untuk menentukan apakah sudah ada metastase atau belum.
B. KEMUNGKINAN DIAGNOSA
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d efek luka pembedahan.
2. Kecemasan tingkat sedang b/d kurangnya pengetehuan tentang pentingnya operasi.
3. Takut kehilangan fungsi mammae b/d kurangnya pengetahuan tentang tindakan operasi.
C. PERENCANAAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d efek luka pembedahan.
Tujuan : nyeri bisa diatasi, rasa nyaman dapat dipenuhi.
Dengan kriteria :
- Nyeri berkurang.
- Rasa nyaman terpenuhi.
Intervensi :
 Kaji faktor – faktor yang dapat menurunkan toleransi klien terhadap nyeri dan diskusikan alasan mengapa klien mengalami peningkatan nyeri.
 Alihakan perahatian klien pada waktu serangan nyeri akut, seperti : nafas dalam, membaca koran, mendiskusikan hal – hal yang menarik.
 Berikan penjelasan tentang penyebab nyeri.
 Bantu klien untuk mendapatkan posisi yang menyenangkan.
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat – obat analgetik.

2. Kecemasan tingkat sedang b/d kurangnya pengetehuan tentang pentingnya operasi.
Tujuan : kecemasan klien dapat teratasi.
Kriteria :
- Klien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara terbuaka.
- Klien dapat bekerja sama dalam tindakan.
- Klien terlihat tenang.
Intervensi :
 Lakukan pendekatan dengan klien dan keluarga.
 Gunakan komunikasi efektif dan mudah dipahami.
 Monitor tingkat kecemasan melalui observasi.
 Pertahankan lingkungan yang aman dan tenang.
 Berikan penjelasan tentang pentingnya operasi.
 Anjurkan klien untuk mendekatkan diri pada tuhan.
3. Takut kehilangan fungsi mammae b/d kurangnya pengetahuan tentang tindakan operasi.
Tujuan : klien mengerti tentang penyakitnya dan manfaat dari operasi.
Kriteria :
- Klien dapat mengungkapkan penerimaannya tentang penyakit yang dideritanya.
- Klien tampak lebih tenang.
- Klien berpatisipasi dalam pelaksanaan tindakan.
Intervensi :
 Berikan penjelasan pada klien manfaat dari operasi.
 Perbaiki persepsi klien yang salah dengan memberikan informasi yang adekuat.
 Beri contoh pada klien orang yang pernah mengalami operasi yang sama dan mammaenya dapat berfungsi dengan baik.